Jumat, 04 Juli 2008

BIODIESEL DARI MINYAK JELANTAH

Perkembangan teknologi sumber daya energi terbaharukan (renewable energy) terus mengalami kemajuan. Salah satu di antaranya adalah pengembangan biodiesel, yaitu bahan bakar untuk mesin diesel yang dihasilkan dari sumber daya hayati yang justru banyak terdapat di daerah tropis seperti Indonesia. Bahan baku (feed stock) biodiesel terus mengalami pengembangan melalui berbagai eksperimen di seluruh dunia. Dari awalnya berbasis tumbuhan kanola (rapeseed) kemudian dikembangkan pembuatan dari kelapa sawit, pohon jarak, sampai minyak jelantah (used vegetable oil).
sang penulis akan menjelaskan tentang minyak jelantah yang terdapat banyak di Indonesia.selain itu minyak jentah adalah termasuk sampah rumah tangga,karna kalau minyak jelantah dipakai lagi akan membahayakan kansumen yang memakannya.
Di Bogor pengolan minyak jelantah sudah ada bahkan ada kendaraan umum yang sudah menggunakan biodesel dari minyak jelantah.selain itu untuk
Maka untuk mengantisipasi makin meningkatnya harga serta permintaan akan minyak solar / ADO (Automotive Diesel Oil), penting untuk mengkaji pengembangan biodiesel berbahan baku minyak jelantah sebagai bahan bakar alternatif pengganti solar.

Proses pembuatan biodiesel dari minyak jelantah akan melewati tahap sebagai berikut:
1. Proses pemurnian minyak jelantah dari pengotor dan water content
2. Esterifikasi dari asam lemak bebas (free fatty acids) yang terdapat di dalam minyak jelantah,
3. Trans-esterifikasi molekul trigliserida ke dalam bentuk metil ester, dan
4. Pemisahan dan pemurnian
Tulisan ini diharapkan dapat memberikan gambaran potensi pengembangan biodiesel di Indonesia, dengan memanfaatkan salah satu jenis bahan bakunya yaitu minyak jelantah. Gambaran potensi tersebut dapat dilihat dari uji performansi dan sifat-sifat fisik biodiesel yang dihasilkan.
Secara keseluruhan, parameter fisik yang ditampilkan dari hasil penelitian masih berada dalam batasan standar dari ASTM, kecuali harga Calorific Value yang sedikit lebih kecil dibandingkan harga solar. Saat membandingkan biodiesel dengan solar, hal yang perlu diperhatikan juga adalah pada tingkat emisi bahan baker. Biodiesel menghasilkan tingkat emisi hidrokarbon yang lebih kecil, sekitar 30% dibanding dengan solar; Emisi CO juga lebih rendah, -sekitar 18%-, emisi particulate molecul lebih rendah 17%; sedang untuk emisi NOx lebih tinggi sekitar 10%; sehingga secara keseluruhan, tingkat emisi biodiesel lebih rendah dibandingkan dengan solar, sehingga lebih ramah lingkungan.
Mari kita tinjau dari sudut pandang ekonomis produksi biodiesel dari minyak jelantah ini. Bahan Baku yang digunakan untuk pembuatan biodiesel dari minyak jelantah adalah:
- Minyak jelantah (bisa di dapat gratis dari restoran-restoran fast food) atau kita hargai dengan Rp 500,00/liter
- Methanol Rp 5000,00/liter
- NaOH (s) Rp 12.500,00/kg

Konversi reaksi 93%, berarti setiap 1 liter minyak jelantah akan menghasilkan biodiesel sebesar 930 ml. Methanol yang digunakan setiap 1 liter minyak jelantah adalah 200 ml, sedangkan NaOH yang dipakai sebesar 5 gr setiap 1 liter minyak jelantah.
Jadi biaya produksi total untuk menghasilkan 1 liter biodiesel yaitu:
- Minyak jelantah = 100/93 x 500 = Rp 537,65
- Methanol = 200/1000 x 5000 x 100/93 = Rp 1075,27
- NaOH kira - kira kita hargai Rp 100,00 / liter biodiesel
- Utilitas (listrik dll) kita hargai Rp 100,00 / liter biodiesel
Jadi total untuk menghasilkan 1 liter biodiesel dibutuhkan biaya produksi = Rp 1812,90 (Harga ini dengan asumsi bahwa harga minyak jelantah Rp 500,00, Kalau ternyata harganya bisa gratis, jadi total biaya produksi biodiesel hanya menjadi Rp 1312,90. Bandingkan dengan harga solar sekarang yang Rp 1.890,00. Cukup prospektif bukan ?)
mudah-mudahan dapat bermanfaat bagi kemajuan Indonesia,terutama tentang energi yang dapat di perbaharui yang terdapat banyak di negara kita

Tidak ada komentar: